-------------------------------------------------------------------------------------------------
- Wawan Gunawan Abdul Wahid 1 Syawal 1432= 30 Agustus 201122 Agustus jam 5:30 ·
Adek Sembiring Ajengan asep ente aja gak lulus ilmu falak dri syech Abdurrohim, dah berani-beraninya nentuin 1 syawwal....kekekekekekek...kalau gak punya observatorium pribadi gak usahlah prediksi2, nanti kacau umat...(canda ajengan)
22 Agustus jam 12:09 ·
Asep Santo Wawan Gunawan Abdul Wahid,kalo beca penetapan diatas, 1 Syawal 1432 + 31 agustus 2011
22 Agustus jam 16:11 ·
Asep Santo Adek Sembiring, ha..ha... iya sy masih inget,ketika ilmu falak nilai sy A,karena dosenya pa Oman..
22 Agustus jam 16:13 ·
Wawan Gunawan Abdul Wahid Salam,
1. jika prinisp hisab wujudul hilal digunakan maka yang relatif dapat dipertanggung jawabkan adalah 1 syawal 1432= 30 agustus 2011 apatahlagi Sdr Asep Santo dapat barokah nila A dari Kang Oman Fathurrahman jika mau tabarruk ke guru maka hasil perhitungan di atas harus diikuti karena itu dihitung oleh kang Oman;
2. Hal itu didasarkan pada bunyi "fa in ghumma 'alaykum fakmillu iddatta sysyahra tsalaatsiina yauman" itu bukan sabda Nabi tapi tambahan dari rawi. matan yang benar-benar dari Nabi saw adalah "fa in gumma 'alaykum faqduruu lahu". Tentu saja ada perbedaan antara "karangan kalimat dari rawi sempurnakan bilangan bulan 30 hari" dengan "kalimat Nabi saw maka pastikanlah dengan mengkadar kannya (menghitungnya)";
3. Sangat disayangkan para Ustadz di Persis yang biasanya cermat membaca hadis kali ini tidak cermat atas kalimat tambahan rawi "fakmilu iddata syahra tsalatsina yauman". Maaf!
22 Agustus jam 18:52 melalui ·
Asep Santo >>>>Penetapan 1 Syawal 1432 H (Pimp. Pusat Muhammadiyah)
Kemungkinan besar adanya perbedaan penetapan tangal 1 Syawal 1432 H, jauh-jauh hari Majlis Tarjih dan Tajdid Pusat Muhammadiyah menetapkan 1 syawal 1432 H, jatuh pada tanggal 30 Agus 2011. Perbedaan ini timbul karena masing-masing pihak menggunakan metode yang berbeda dalam penentuan awal bulan dalam penanggalan hijriah. Untuk penentuan awal bulan, ada yang hanya menggunakan hisab (perhitungan) saja, ada yang hanya menggunakan rukyat (pengamatan) saja, dan adapula yang mengabungkan hisab dan rukyat.
Selama ini Muhammadiyah menggunakan Hisab dengan metode Wujudul Hilal yang berarti berapapun derajatnya, apabila hilal sudah berumur, telah wujud, maka dipastikan esoknya merupakan awal bulan. Sedangkan pemerintah menggunakan Imkanu Rukyat dengan mensyaratkan dua derajat. Rukyat akan susah dilaksanakan jika ketinggian hilal masih dibawah 5 derajat, padahal posisi hilal pada waktu 1 syawal menurut versi Muhammadiyah, masih di posisi 1 derajat. Sedangkan ahli astronomi masih menyangsikan kemampuan manusia dalam melihat hilal di posisi kurang dari 5 dera, rekor melihat hilal sampai saat ini ada di angka 5 derajat.
Sedangkan asal perintah penetapan puasa dan hari i'ed dalam islam adalah rukyatul hilal
"Janganlah kamu berpuasa hingga kamu melihat hilal dan jangan pula berbuka hingga kamu melihatnya. Jika cuaca mendung (sehingga kamu tidak dapat melihatnya) maka hendaklah kamu mentaqdirkannya. (HR. al-Bukhari dan Muslim dari Ibn 'Umar)"
Dari hadist tersebut, jelas perintah untuk menentukan awal puasa dan hari i'ed adalah rukyatul hilal. Jika hilal tidak nampak, bulan sya’ban digenapkan menjadi 30 hari. Sebagaimana hadits dalam Shahih Bukhari, dari Abu Hurairah ia berkata, Nabi shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
"“(Jika hilal tidak tampak), genapkanlah bulan sya’ban menjadi 30 hari”
Adapun hisab, belakangan dilakukan ulama tabi’in seperti Mutharrif bin Abdillah yang mempergunakan hisab falakiyah untuk menetapkan awal bulan puasa. Al-Hithabi dari kalangan ulama Malikiah di dalam kitab Mawahibul Jalil (juz 2: 288) berpendapat: “La ba’asa bil i’timadi ‘ala qaulil Munjamin” (tidak ada halangan berpegang kepada pendapat ahli hisab), demikian pula pendapat al-Allamah Ibnu ‘Abidin dalam kitab Rasailnya. Sementara itu Abu Abbas Ibnu Suraij dari kalangan fukaha’ Syafi’iyah berpendapat boleh menggunakan hisab untuk mengetahui awal bulan puasa dan berhari raya, begitu pula al-Qadli Abu Thaib.
Selain itu, dalil rukyat merupakan dalil berdasarkan illat, yang maksudnya bahwa Rasul melakukan rukyat karena saat itu ummat islam belum mempunyai kemampuan dalam perhitungan. Ilat perintah rukyat ini disebutkan terpisah dalam hadis lain, walaupun keduanya masih sama-sama dalam kitab puasa. Hadis yang menerangkan ilat perintah rukyat itu adalah sabda Rasulullah saw,
“Sesungguhnya kami adalah umat yang ummiyah, tidak (bisa) menulis dan tidak (bisa) menghitung, hilaal adalah begini dan begini” [riwayat jamaah ahli hadis].
Menurut ulama-ulama besar seperti Syeikh Muhammad Rasyid Rida perintah rukyat (melihat hilal) itu adalah perintah berilat dan ilatnya adalah karena umat pada umumnya di zaman Nabi saw adalah ummi, yakni belum mengenal tulis baca dan belum bisa melakukan perhitungan hisab.
Hadits diatas sangat pokok dalam masalah hisab, karena seakan-akan Rasulullah mengatakan bahwa berpegang kepada rukyat mata telanjang itu lantaran kebanyakan umat Islam di masa beliau buta aksara, belum mengenal ilmu hisab. Bahkan Al-Asqallani dalam kitab monumentalnya Fathulbari menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan perkataan “La naktubu wala Nahsubu (tidak bisa menulis dan tidak bisa menghitung)” adalah kebanyakan penganut Islam dan dimaksud dengan perkataan “hisab” di sini perhitungan bintang (hisab) dan digantungkan hukum puasa dengan “rukyah” semata-mata untuk menghilangkan kesulitan (raful haraj), Fathulbari (juz 4: 127)
Di Indonesia sekurangnya ada dua aliran yang berkembang, yaitu hisab berdasarkan wujudul hilal dan hisab berdasarkan imkanur rukyat. Hisab berdasarkan wujudul hilal pada prinsipnya menetapkan masuk awal bulan baru jika hilal telah terbentuk (setelah ijtimak) dan saat itu masih berada di atas ufuk saat matahari terbenam. Aliran ini tidak mempermasalahkan apakah hilal tersebut bisa diamati atau tidak.
Pada hisab berdasarkan imkanur rukyat, masuknya awal bulan baru ditetapkan jika pada saat matahari terbenam, hilal masih berada di atas ufuk dan telah memenuhi kriteria bisa diamati. Departemen Agama mengambil kriteria tinggi minimum hilal bisa diamati adalah 2 derajat.
22 Agustus jam 20:38 ·
Asep Santo Kang Wawan Gunawan Abdul Wahid,masalahnya bukan cermat atau tdk cermat dalam membaca hadits,namun terletak pada perbedaan frinship yg saat ini belum bisa dipertemukan.beda itu wajar saja asal berdasarkan keilmuan.tgl 31 sepertinya menarik untuk dilaksanakan he..he..
22 Agustus jam 20:43 ·
Wawan Gunawan Abdul Wahid 1 SYAWAL 1432=30 AGUSTUS 2011
Salam,
1. kata ru'yat berasal dari kata ra-a yaraa ru'yatan yang dalam bahasa Arab tidak selalu diartikan melihat secara fisik (ar-r'yatu bil'ayni) tapi juga dimaknai sebagai "aru'yatu bilqalbi" melihat dengan fikiran. Pengartian ini diutarakan oleh Abul Fadlal Jamaludin bin Mukrim yang dikenal dengan ibnul Manzhur dalam kitab kamus bahasa arab yang otoritatif Lisan al-'Arab Jilid XV halaman 291. Bahkan jika merujuk pada kosa kata al-Quran untuk kata ini al-Quran menginformasikan bhwa lebih dari 74,% digunakan untuk makna yang kedua dan sisanya (hanya 24%) untuk makna yang pertama;
2. Dari analisis bahasa demikian maka terlalu gegabah mengatakan bahwa pada saat Nabi bersabda dengan hadisnya "shuumuu liru'yatihi wa afthiruu liru'yatihi" atau laa tashuumu hattaa taraul hilalaa walaa tufthiruu hattaa tarauhu" lalu disimpulkan hawa itu dimaknai sebagai ru'yat secara fisik. Yang adil untuk memaknai hadis itu adalah bahwa untuk melakukan ibadah puasa dan idul fithri harus dipastikan terlebih dahulu terjadinya bulan baru (hilal). Pada masa Nabi alat untuk memastikan terjadinya bulan baru itu dengan menggunakan ru'yat bilfi'li atau ru'yatul 'ayni. Pemknaan demikian persis sebangun dengan pemaknaan hadis "Lau laa an asyuqqa 'alaa ummatii la amat=rtuhum bissiwaaki 'inda kulli shalaatin". Nabi tidak sedang mengatakan bahwa siwak itu satu-satunya tuntunan. Tapi Nabi sedang mengajarkan abwha saat berwudlu itu kaum Muslimin diajarkan untuk bersish mulut dan gigi sedangkan siwak hanyalah alat yang digunakan untuk bersih mulut dan gigi pada masa Nabi. saat ini ummat Islam boleh pakai siwak tapi jangan larang yang laiinya yang pakai odol dan sikat gigi. analog dengan itu, ummat Islam sat ini dipersilahkan untuk pakai ru'yat bil 'ayni tapi jangan larang yang pakai ru'yat bilqalbi atau bilmi yang dipraktekkan melalui penggunaan hisab yang salah satu metodenya adalah WUJUDUL HILAL.
23 Agustus jam 5:11 melalui ·
Wawan Gunawan Abdul Wahid sALAM,
iNSYA ALLAH KALI INI LEBIH CEPAT LEBIK BAIK. ITUDIDASARKAN PADA HADIS BAHWA SATU BULAN DALAM DALAM ISLAM ITU TERHITUNG 29 HARI JUGA 30 HARI SEMENTARA NABI SAW SAAT MENUNAIKAN PUASANYA LEBIH BANYAK DIKERJAKAN 29 HARI DARIPADA 30 HARI MAKA TENTU SAJA 29 HARI LEBIH MENARIK DARIPADA 30 HARI.
23 Agustus jam 5:16 melalui ·
Asep Santo SALAM,''LEBIH TEPAT LEBIH BAIK''pada akhirnya perbedaan adalan keniscayaan karena itulah janganlah berhenti untuk mendiskusikan.AKHIRNYA KITA HARUS BELJAR UNTUK SEPAKAT DALAM KETIDAK SEPAKATAN, WUJUDUL HILAL DAN IMKANU RU'YAT ADALAH METODHE UNTUK KITA MEWUJUDKAN ''AHSANU 'AMALAN''
23 Agustus jam 7:30 ·
Wawan Gunawan Abdul Wahid 1 SYAWAL 1432= 30 AGUSTUS 2011= 31 AGUSTUS 2011 ITU SEMESTINYA ANDA MENULISKAN! MASIH INGATKAH DENGAN HUKUM AKSI REAKSI. TULISAN INI SESUNGUHNYA MERESPONS TULISAN ANDA YANG TIBA2 MENYEBUTKAN TANGGAL BULAN DAN TAHUN. JIKA ANDA MENGGUNAKAN KALIMAT NATTAFIQU BI ANLAA NATTAFIQ, SEPAKAT UNTUK TIDAK SEPAKAT SEJATINYA ANDA JANGAN TIBA-TIBA MENULISKAN 1 SYAWAL 1432=31 AGUSTUS 2011. APA YANG ANDA TULISKAN TIDAK SAMA DENGAN APA YANG FIKIRKAN. ITU TANDA HIFOKRASI DAN TENTU SAJA TIDAK AKAN MENGHADIRKAN AHSANU 'AMALA, MAAF. JIKA ANDA TIDAK INGIN DIUTUDUH LAKUKAN HIFOKRASI SILAHKAN TULISKAN SEBAGAIMANA SEHARUSNYA!
23 Agustus jam 8:34 melalui ·
Asep Santo SAYA YAKIN LEBARAN TANGGAL 31 AGUSTUS DAN ANDA PUN HARUS YAKIN BAHWA LEBARAN TANGGAL 30,DIATAS KEYKINAN SAYA,SAYA PUN HARUS MENGHARGAI KEYAKINAN ANDA,(SAYA FIKIR TAK ADA YG SALAH). MAAF SAYA TIDAK HARUS MEMBUKTIKAN TUDUHAN BAHWA SY HIFOKRIT,(KARENA DALAM LOGIKA HUKUM,YG MENUDUHLAH YG HARUS MEMBUKTIKAN).SALAM
23 Agustus jam 8:43 ·
Asep Tea di running tex tvone pp muhammadiyah menetapkan lebaran tgl 30 Agustus 2011
23 Agustus jam 11:26 ·
Adek Sembiring Inilah indahnya kalau dua ahli mazhab berdialog, luas rasanya ilmu itu ya, walau dari sumber yg satu instistusi aljami'ah Sunan Kalijogo, tetapi semangat mempertahankan disertasi masing2 dengan segala ketawaddu'an yg tetap di jaga membuat hati ini sejuk...BarakaAllah untuk Antum Ajengan berdua, tetap berkarya utk Ummat...Amiiin.
23 Agustus jam 17:56 ·