Jumat, 27 Januari 2012

Download BSE Seni Budaya

Buku-buku sekolah elektronik (BSE) dalam format PDF bisa didowload di sini :
1. Seni Rupa SMP (kelas 7-8-9) A
2. Seni Rupa SMP (kelas 7-8-9) B
3. Seni Tari SMP (kelas 7-8-9) A
4. Seni Tari SMP (kelas 7-8-9) B
5. Seni Teater SMP (kelas 7-8-9)
6. Seni Musik SMP (kelas 7-8-9)

DAFTAR ALAMAT EMAIL GURU SENI BUDAYA SMP KOTA TASIKMALAYA



NO.
NAMA GURU
ALAMAT  EMAIL
SEKOLAH
1
Nentih R
nenk.tieh@gmail.com
SMPN 21
2
Lilis Sugiarti             *)
Sugiarti69@yahoo.com
SMP PUI Kawalu
3
Neneng Sumartini
Sumartinineneng55@yahoo.co.id
SMP Galunggung
4
Oki Kurniadi
guitar82kee@yahoo.com
SMPN 17
5
Yogi Nugraha
Yoginugraha6@yahoo.com
SMPN 6
6
Teti Sudarti
tetisudarti@yahoo.co.id
SMPN 18
7
Yayan Paryana
yayanparyana@yahoo.co.id
yanparyana@gmail.com
SMPN 14
8
Fitri Gurnitasari
fitri.gurnitasari@ymail.com
SMPN 3
9
Elis Hernawati
hernawatielis27@yahoo.co.id
SMPN 18
10
Asep Hilman Yahya
hilmanyah@yahoo.co.id
SMP Plus Pst. Amanah
11
Salasa Lidy Utami    *)
salasasetia@yahoo.co.id
SMPN 12
12
Ucu Husaeni
ucuhusaeni64@yahoo.co.id
SMPN 1
13
Yuyum                     *)
yuyumsumiati@yahoo.com
SMP Al-Amin
14
Ai Cahyawati
aicahyawati@yahoo.co.id
SMPN 16
15
Nono Tarsono
nonotarsono1957@yahoo.com
SMPN 15
16
Nasir
Nasirsalasa59@yahoo.co.id
SMPN 19
17
Cecep
ruhyatcecep@yahoo.co.id
SMPN 11
18
Anang Rusmana
anangrusmana72@yahoo.co.id
SMP Al-Muttaqin
19
Dadan K                   *)
dadankadarusman@yahoo.co.id
SMPN 17
20
Ayi
AyiSupriadi47@gmail.com
SMPN 3

Catatan : 
*) alamat emailnya tidak valid (email yang dikirim ke alamat-alamat tersebut ditolak), 
    mohon dibetulkan dengan cara mengirim email ke hilmanyah@yahoo.co.id

Kamis, 05 Januari 2012

Islam Menurut Politikus dari Partai CDU (Kristen-Demokrat) Jerman

Tulisan ini full Copas dari Postingnya :
Yudi N. Ihsan 
untuk grup BAHTSUL KUTUB di Facebook.
-------------------------------------------

Seorang politikus dari partai CDU (Kristen-Demokrat) yang pernah 18 tahun duduk di parlemen Jerman, Jürgen Todenhöfer, telah membaca Quran. 
Setelah membaca, mengamati dan berpikir, Todenhöfer menulis. Hasilnya: sebuah buku “Feinbild Islam – Zehn Thesen gegen Hass” (Potret Buruk Islam - Sepuluh Tesis Anti Kebencian"), yang terbit di akhir tahun 2011. 
Berikut ringkasannya :


1. Barat Lebih „Brutal“ dari Dunia Islam 
Todenhöfer, dalam tesis pertama, mengingatkan fakta sejarah yang sering terlupa di dua abad terakhir. Barat jauh lebih brutal daripada dunia Muslim. Jutaan warga sipil Arab tewas sejak kolonialisme dimulai. Atas nama kolonialisasi, Prancis pernah membunuh lebih dari dua juta penduduk sipil di Aljazair, dalam kurun waktu 130 tahun. Atas nama kolonialisasi, Italia pernah menggunakan phosphor dan gas mustard untuk menghabisi penduduk sipil di Libya. Atas nama kolonialisasi, Spanyol juga pernah menggunakan senajata kimia di Marokko.


Tidak berbeda di era setelah perang dunia kedua. Dalam invansi perang Teluk kedua, semenjak tahun 2003, UNICEF menyebutkan, 1,5 juta penduduk sipil Irak terbunuh. Sepertiganya anak-anak. Tidak sedikit dari korban terkontaminasi amunisi uranium. Di Baghdad, hampir setiap rumah kehilangan satu anggota keluarganya.


Sebaliknya, di dua abad terakhir, tidak satu pun negara islam menyerang, mengintervensi, mengkolonialisasi Barat. Perbandingan jumlah korban mati (dunia Islam: dunia Barat) adalah 10:1. Problema besar dunia, di dua abad belakangan ini, bukan kebrutalan Islam, tapi kebrutalan beberapa negara-negara Barat.


2. Mempromosikan Anti-Terorisme, Melahirkan Terorisme 
Terorisme jelas tidak dibenarkan. Menilik secara objektiv, terorisme justru lahir dari politik anti-terorisme Barat yang keliru. "Seorang pemuda muslim," tulis Todenhöfer, "yang secara rutin memantau berita di televisi, hari demi hari, tahun demi tahun, akan situasi di Irak, Afghanistan, Pakistan, Palestina dan di tempat lain, di mana perempuan, anak-anak dan penduduk sipil, dihabisi oleh Barat dengan brutal, justru diprovokasi untuk menjadi seorang teroris."


Beruntung saja, sebagian besar pemuda islam tidak terpancing. Mereka memilih jalan yang berbeda. Di Tunisia, Mesir, Libya, Marokko, dan negara-negara muslim lainnya, mereka menjawab ketidak-adilan yang menimpa mereka melalui jalan demokrasi dan teriakan kebebasan, bukan teror dan kekerasan.


3. Terorisme: Fenomena Dunia, Bukan Fenomena Islam
Pemeo favorit di setiap diskursi bertemakan terorisme: “Tidak setiap muslim teroris, tapi seluruh teroris adalah muslim.” Selain jauh dari benar, dengan data dan fakta, propaganda ini mudah dipatahkan.


Data resmi Badan Kepolisian Eropa, Europol, menyebutkan: Dari 249 aksi teror di tahun 2010, hanya tiga yang pelakunya berlatar belakang Islam. Bukan 200, bukan 100 – tapi tiga! Data di tahun-tahun sebelumnya, juga tidak kalah mengejutkan: Dari 294 aksi terror di tahun 2009, hanya satu yang berlatar belakang Islam. Hanya satu dari 515 aksi teror di tahun 2008. Hanya empat dari 583 di tahun 2007.


4. Hukum Internasional untuk Semua
Di hadapan hukum internasional, dunia Barat selalu mentematisir, dan merekam dengan baik, 3500 korban terorisme yang jatuh atas nama „teror-Islam“ semenjak pertengahan 1990-an (termasuk korban WTC, pada 11/9). Tapi mengapa ratusan-ribu warga sipil yang terbunuh dalam intervensi di Irak tidak pernah ditematisir?


Lebih jauh, Todenhöfer bertanya kritis: “mengapa elite Barat, tidak pernah sekalipun menimbang; membawa George W. Bush dan Tony Blair ke hadapan mahkamah internasional, atas serangan sepihaknya ke Irak? Apakah hukum internasional hanya berlaku untuk orang-orang non-Barat?“


Perang, bukan jawaban untuk aksi-aksi terorisme. Perang, hanya manis untuk mereka yang tidak mengenalnya. Teroris yang membunuh orang-orang tidak berdosa, bukanlah pejuang kebebasan, bukan pahlawan, bukan pula syuhada. Mereka mengkhianati agama mereka. Mereka adalah pembunuh.


5. Muslim, Toleransi dan „Perang Suci“
Bukan Muslim, yang atas nama kolonialisasi membunuh 50 juta nyawa di seantero Afrika dan Asia. Bukan Muslim, yang atas nama perang dunia pertama dan kedua menghabiskan 70 juta nyawa. Bukan pula Muslim, yang menggencarkan genosida terhadap 6 juta orang-orang Yahudi.


Islam tidak mengenal kata suci dalam kaitannya dengan perang. Jihad bermakna sungguh-sungguh di jalan Tuhan. Tidak ada satu tempat pun di Quran yang memaknakan jihad dengan perang suci. Karena perang tidak pernah suci, dan kesucian hanya ada di jalan perdamaian. 


6. Kontekstual Quran dan Islam-Teroris
Permasalahan besar dalam perdebatan Quran di dunia Barat, adalah setiap orang bernafsu membicarakannya, sangat-sangat sedikit yang pernah membacanya.


Sebagian besar mereka tidak lagi rasional dan ilmiah. Hanya mengutip beberapa tekstual yang mengesankan islam pro “perang” tanpa pernah mau tahu konteksnya. Padahal pesan-pesan Quran yang dikesankan seperti itu, spesifik diterima Muhammad, dalam konteks perlawanan antara penduduk Mekkah dan Madinah, waktu itu. 


Seperti Musa dan Isa, Muhammad tidak dilahirkan pada situasi dunia yang sedang vakum, apalagi damai. Mereka hadir pada saat moralitas dunia bobrok, penuh perang, perjuangan dan perlawanan. Adalah sangat lumrah beberapa tekstual yang terkesan pro “perang” itu bisa ditemukan di Quran, semudah bisa ditemukan di kitab Perjanjian Lama dan kitab Perjanjian Baru. 


Secara semantis, diksi “islam-teroris”, “kristen-teroris” atau “yahudi-teroris” adalah sebuah penyesatan bahasa. Terorisme, menurut Todenhöfer, berdiri di atas instrumen setan, tidak boleh dikaitkan dengan kesucian Tuhan dan keagamaan. Memang benar, di dalam Islam, Kristen, atau Yahudi ada ideologi teror - tapi bukan ajaran agamanya. Ideologi ini tidak mengantarkan mereka ke surga, tapi ke neraka.


7. Fakta atau fake ?
Kalimat andalan kritikus anti-Islam di barat: „siapa yang menginginkan panggilan azan terdengar di kota-kota kami, harus membiarkan juga lonceng gereja berbunyi di kota-kota mereka!" Padahal nyatanya: Di Teheran, semisal, berdiri banyak gereja. Loncengnya berbunyi tidak jarang, dan tidak pelan. Lebih jauh, anak-anak kristen memiliki pelajaran agamanya sendiri (sesuatu yang luxus untuk anak-anak muslim di Barat).


Barat megidentifikasi jilbab sebagai simbol pengekangan dan ketertindasan. Dari survey resmi, wanita-wanita pemakai jilbab, yang begitu dipedulikan barat itu, justru berkata bukan (atas kesadaran pribadi). Sinisme jilbab, sebagian besar justru datang dari mereka yang tidak berjilbab dan anti-jilbab. Memaksa seseorang berjilbab, jelas menyalahi hak asasi. Tidak jauh berbeda, dari prosesi pemaksaan untuk melepasnya.


Barat menuduh perempuan-perempuan islam tidak berpendidikan. Fakta dari dunia islam menjawab lain. Secara statistis, perempuan di negara-negara mayoritas islam, justru lebih berpendidikan dibanding Barat: 30% Profesor di Mesir perempuan, padahal di Jerman jumlahnya hanya sekitar 20%. Lebih dari 60% mahasiswa di Iran adalah perempuan. Di Uni Emirat Arab, sudah semenjak tahun 2007, mahasiswa perempuan menginjak angka yang sulit dipercaya: 77%.


8. Seorang Muslim = Seorang Yahudi = Seorang Kristen
Tidak ada seorang bayi pun terlahir sebagai seorang teroris. Barat harus memperlakukan seorang Muslim, persis seperti seperti mereka memperlakukan seorang Kristen atau Yahudi.


Tidak jarang kita dengar politikus dan aktivis Barat, demonstratif, mengumbar kalimat penuh kebencian terhadap Islam. Frank Graham, penasehat George W. Bush, menyebut Islam sebagai „agama iblis dan sihir”. Politikus kanan Belanda, Geert Wilders, menyebut Islam sebagai “agama fasis”. Thilo Sarrazin, politikus Jerman memberikan thesis: „secara genetis, anak-anak dari keluarga Islam, dilahirkan di bawah tingkat kecerdasan rata-rata.”


Bayangkan sejenak, jika Frank Graham, Greet Wilders, dan Thilo Sarrazin mengganti objek tesis-nya bukan kepada "Islam", tetapi menjadi "Yahudi" atau “Kristen”. Tidakkah ucapan seperti itu akan menjadi badai kemarahan yang dahsyat? Mengapa Barat boleh mengatakan hal-hal penuh fasistik dan rassist terhadap Islam, yang justru di kalangan orang-orang Kristen dan Yahudi sesuatu yang tabu? Barat harus mengakhiri demonisasi Islam dan Muslim.


9. Muslim Melawan Teror
Di tesis kesembilan, Todenhöfer mengajak umat Islam, melalui sebuah reformasi sosial, menjejak Nabi Muhammad yang berjuang untuk sebuah Islam yang beradab dan toleran. Untuk tatanan ekonomi dan politik yang dinamis, bukan statis – sambil mempertahankan identitas keagamaannya. Untuk persamaan yang penuh, pria dan wanita. Untuk kebebasan beragama yang nyata.


Tidak seperti politikus umumnya, Muhammad, bukan seorang reaksioner. Dia adalah seorang revolusioner, berani berpikir dan berani mematahkan belenggu tradisi. Islam di masa Muhammad bukanlah agama stagnan, apalagi regresif, tetapi pembaruan dan perubahan. Muhammad berjuang untuk perubahan sosial, ia pahlawan orang miskin dan orang lemah. Dia mengangkat hak-hak kaum perempuan, yang di periode sebelumnya nyaris tidak ada.


Muhammad bukan seorang fanatik atau seorang ekstrimis. Dia hanya ingin membawa orang-orang Arab, yang kala itu terjebak pada belenggu politeistik, untuk kembali ke sumber aslinya yang murni, agama Ibrahim, persis seperti yang disuarakan Musa dan Isa.


Terorisme, yang berada di sekelumit dunia Islam pada hari ini adalah distorsi ajaran Muhammad. Ini adalah kejahatan melawan Islam. Dunia Islam tidak boleh membiarkan citra baik Islam, yang dibangun Muhammad 14 abad yang lalu, dihancurkan seketika oleh ideologi kriminal ini. Dunia Islam perlu memerangi ideologi terorisme ini, persis seperti Muhammad memerangi berhala-berhala dari periode pra-Islam.


10. Politik Bukan Perang
Kalimat bijak pernah mengajarkan: "ketika kamu tidak bisa menaklukan musuhmu, peluk dia!"


Masalah kompleks di Timur tengah, hanya bisa diselesaikan dengan jalur politik, bukan dengan perang. Barat harus membuka pintu diskusi yang lebih lebar untuk dunia Islam. Barat harus membuka ruang bilateral dan unilateral lebih besar untuk negara-negara Arab. Kesatuan dan stabilitas yang perah terjadi di Uni Eropa, nyatanya, tidak berdiri di atas invansi senjata, tapi di atas politik diplomatisasi yang penuh visi.


Sebuah visi akan sebuah dunia, yang setiap negara di dalamnya dihargai. Sebuah penghargaan yang tanpa diskriminasi. Politik anti-diskriminasi yang dibangun di atas keadilan dan kebebasan, bukan perang, apalagi penindasan.

Senin, 02 Januari 2012

Surat buat Mendikbud. RI

Kepada Yth.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia
di Jakarta



Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.

Teriring salam, melalui surat ini izinkan saya menyampaikan sedikit curhat kepada Bapak Menteri khususnya di penghujung tahun 2011 ini, lebih khusus lagi terkait berakhirnya masa penetapan inpassing jabatan fungsional guru bukan pegawai negeri sipil dan angka kreditnya yang segera berakhir pada tanggal 30 Desember 2011, sesuai dengan Permendiknas nomor 22 tahun 2010 pasal 5.

Sebetulnya informasi tentang inpassing ini telah lama saya ketahui terutama dari berita-berita di internet, namun ketertarikan saya sebagai guru bukan PNS untuk mengurusnya selalu saja tidak serasi dengan kesiapan instansi terkait (kantor dinas pendidikan) di mana saya berada. Hal ini salah satunya ditandai dengan kurangnya sosialisasi tentang Permendiknas nomor 22 tahun 2010 kepada para guru yang idealnya dilakukan oleh dinas terkait di daerah segera setelah permendiknas itu terbit pada bulan september 2010. Jika sosialisasi ini dulu pernah terjadi, tentunya akan ditindaklanjuti dengan pemberkasan dokumen-dokumen kelengkapan untuk penerbitan SK inpassing, sesuai dengan prosedur yang dijelaskan dalam pasal-pasal permendiknas itu.

Apa yang terjadi (paling tidak yang saya alami) beberapa bulan belakangan ini adalah kesimpangsiuran informasi yang cukup sarat dengan berbagai spekulasi yang mengarahkan banyak guru menjadi para spekulan, setidaknya sampai kira-kira bulan juli 2011. Alih-alih ada pemberitahuan resmi dari dinas pendidikan setempat tentang pemberkasan untuk inpassing, para guru banyak yang menitipkan nasibnya kepada oknum-oknum tertentu yang katanya “bisa” mengurus SK Inpassing itu langsung ke kantor kementerian pendidikan di Jakarta sana. Jasa pengurusan itu tentunya bukan sesuatu yang gratis, tapi ada taripnya mulai dari “tarip ekonomis” sampai “tarip patas”.  Sementara itu informasi resmi dari kantor dinas pendidikan tentang pengurusan inpassing baru keluar pada bulan juli 2011. Dan ketika itulah saya benar-benar meresponsnya dengan melengkapi berbagai persyaratan administrasi sesuai petunjuk yang ditetapkan. Ada sedikit pertanyaan menggelitik dari petugas yang menerima berkas-berkas saya di bagian kepegawaian kantor dinas itu. Dia bertanya mengapa koq dari sekolah saya cuma satu orang yang diajukan. Sebuah pertanyaan yang susah dijawab oleh petugas TU sekolah saya yang mengantar berkas tersebut.

Lima bulan sudah berlalu sejak pemberkasan itu. Di awal bulan desember 2011 kemarin ada surat dari dinas pendidikan dan kebudayaan kota tentang pemberkasan untuk penyetaraan jabatan fungsional guru PNS dan Non-PNS, yang salah satu syaratnya adalah harus melampirkan SK Inpassing bagi guru non-PNS. Dengan perasaan kaget, saya tersadar bahwa saya belum punya SK Inpassing. Terus saya bertanya kepada rekan-rekan sesama guru non-PNS di sekolah saya, eeeee….. ternyata mereka sudah pada punya SK Inpassing berkat “biro jasa” yang pernah mereka titipi dulu, padahal mereka nggak ikut pemberkasan seperti saya ke bagian kepegawaian dinas pendidikan kota. Meskipun ada guru-guru lain yang juga menggunakan “biro jasa” tapi SK Inpassingnya belum terbit, namun perasaan heran, kecewa, bahkan serasa menjadi keledai tolol sempat menyesak juga di dada ini. Entah karena “kesadaran” ini munculnya di saat-saat injury time, entah karena sudah dua kali bertanya kepada pejabat dinas pendidikan setempat nggak ada jawaban melulu.

Hari kemarin (H-8) menuju tanggal 30 Desember 2011, seorang teman masih menawari saya, barangkali saya mau ikut menitipkan berkas-berkas untuk penerbitan SK Inpassing kepada “biro jasa” yang telah “kelihatan hasilnya”, dengan tarip yang sama tentunya. Dan sampai malam ini saya masih menimbang-nimbang, karena kata teman saya masih ditunggu sampai hari senin. Saya masih menimbang-nimbang antara idealisme dan kebutuhan, saya masih menimbang-nimbang masih bisakah saya berharap kepada para abdi negara di dinas pendidikan itu, saya masih menimbang-nimbang jika saya bisa menerima tawaran teman saya itu apakah saya tidak mendhalimi teman-teman yang tidak mampu menerima tawaran itu.

Nah, Bapak Menteri, sepertinya saya akan menjatuhkan pilihan untuk tetap berprasangka baik dan berharap kepada para abdi negara di bawah pimpinan Bapak. Untuk itu di akhir surat ini saya hanya ingin menanyakan satu hal saja : “Kebijakan apa yang akan Bapak berikan kepada para guru yang SK Inpassingnya tidak bisa terbit sebelum tanggal 30 Desember 2011 karena persoalan mis-komunikasi dan mis-informasi seperti saya uraikan di atas ?”

Demikian surat ini saya sampaikan. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.

Tasikmalaya, 23 Desember 2011

Asep Hilman Yahya

NB :

- Bila Bapak Menteri penasaran dengan diri saya, kalau-kalau saya dianggap blogger nggak jelas sudilah kiranya Bapak Menteri “meng-google search” nama lengkap saya “Asep Hilman Yahya”.

- Saya mohon juga Bapak Menteri agar memerintahkan staf-stafnya supaya meng-update informasi yang ada di situs-situs Kemendiknas (Data Sertifikasi, data inpassing, dan data-data lainnya banyak yang basi). Contoh : Saya mau mencari informasi tentang berkas inpassing saya, apakah masih ada yang kurang atau belum benar (seperti petunjuk di menunya), eee…malah nggak ada data-apa-apa. Di samping itu, para petugas yang nongkrong on-line di situs-situs kemendiknas, agar bisa benar-benar on-line dan bisa dihubungi.

- Bagi para pembaca surat ini, jika kebetulan bisa berhubungan dengan Bapak Menteri secara langsung, mohon disampaikan yah !! (Terus terang, saat ini saya sedang diuji Tuhan untuk menjadi orang yang “pendek langkah”).

- Surat ini bisa juga dibaca di : Kompasiana